Rabu, 21 November 2007

Persib dan Realitas Kesundaan

Persib dan Realitas Kesundaan


Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung alias Persib bukan hanya sekumpulan pemain dan manajemen yang menggeluti seputar permainan bola bulat. Dengan dukungan pemerintah, bobotoh, dan media, Persib telah menjelma menjadi salah satu kareueus urang Sunda.

Bukan hanya karena Persib pada akhir putaran pertama Liga Indonesia XIII mantap berada di posisi pertama, atau teringat akan kejayaan Persib tempo dulu, lebih dari itu Persib menjelma menjadi salah satu ikon kebanggaan urang Sunda. Sebab, realitas nasib urang Sunda kiwari di pelbagai bidang kehidupan memang memprihatinkan.

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat terhadap kecenderungan dan karakteristik penduduk di Jawa Barat hingga Agustus 2006, misalnya, menunjukkan, penduduk pendatang yang bekerja di sektor jasa mencapai 34,38 persen, sedangkan penduduk pribumi hanya 18,00 persen.

Pada sektor industri, pekerja pendatang sebanyak 22,97 persen, sedangkan penduduk pribumi hanya 10,20 persen. Begitu pula di sektor perdagangan, sebanyak 15,92 persen pekerjanya adalah penduduk pendatang dan 15,68 persen pribumi.

Dari ranah politik, warta keterlibatan urang Sunda dalam dunia ini juga belum menggembirakan. Di kalangan orang non-Sunda yang manggung di seputaran Senayan (DPR), ternyata yang memilih mereka umumnya adalah orang Sunda. Mereka sukses di negeri perantauan. Lantas, di mana posisi penduduk Jawa Barat yang populasinya telah lebih dari 40 juta jiwa? Akankah jati kasilih ku junti terus kita pertahankan?

Sunda keseluruhan

Akan tetapi, bila melihat jargon-jargon kesundaan atau wacana kesundaan lainnya, hal itu umumnya masih bersifat artifisial. Sunda hanya kulitnya, ngan saukur abang-abang lamb?. Teriakan untuk menyejahterakan dan memperlihatkan Sunda umumnya hanya bersifat romantik dan melankolik. Sangat basi, kejayaan mitos Siliwangi yang menjadi ujung dan pangkalnya. Sunda ngan jadi panineungan.

Maka, sangat beralasan bahwa keberhasilan Persib menuai prestasi pada musim ini tidak hanya disambut warga Kota Bandung. Namun, Sunda secara keseluruhan pun merasakan hal yang sama. Apalagi, barisan penggawa Persib tidak hanya dihuni pituin Kota Bandung. Pelbagai kota di Jawa Barat lainnya pun menyumbangkan pemainnya demi n?mbongkeun sihung Persib "Maung Bandung". Salim dan Eka merupakan duta dari Purwakarta, Edi Hafid putra terbaik Ciamis, Gilang urang Kabupaten Bandung, Arief asli Garut, Firasat pemuda Rancaekek, Edi Kurnia dari Bogor, dan Tema utusan dari Tangerang.

Ihwal keterlibatan pemain asing dalam tubuh Persib ayeuna, yang dulu sempat dipamalikeun, bukanlah sebuah persoalan. Sebab, sepak bola kiwari adalah sepak bola industri. Sepak bola telah menjadi barang dagangan. Prestasi dan prestise mesti berjalan beriringan.

Dalam tataran ini Persib telah ngigelan jeung ngigelkeun jaman. Apalagi, stok pemain berkualitas yang dimiliki Persib sangat terbatas. Pembinaan pemain muda Persib belum banyak menghasilkan bibit unggul berkelas untuk pentas di kelas yang lebih tinggi.

Sangkan prestasi Persib makin memuncak dan Persib tetap jadi kareueus urang Sunda, apa yang telah ditorehkan di musim lalu hendaknya lebih ditingkatkan. Bobotoh yang biasanya menuntut lebih akan prestasi Persib harus dijadikan teman seperjuangan.

Bobotoh tidak hanya menjadi penyemangat, tetapi juga bisa dijadikan sumber keuangan. Jangan lagi terdengar tiket pertandingan kandang Persib diijonkeun oleh dan kepada oknum. Mafia percaloan juga mesti dibasmi dari puncak hingga ke akar-akarnya. Sebab, bila tiket pertandingan kandang Persib dikelola secara profesional, mustahil saban menggelar pertandingan kandang Persib selalu merugi.

Sikap bobotoh yang mulai bisa tertib adalah modal awal manajemen dan pemain Persib untuk membentuk Persib yang lebih bertenaga, selalu segar, dan atraktif dalam makalangan di lapangan hijau.

Keikhlasan bobotoh menggalang dana yang bertajuk deudeuh ka Persib yang difasilitasi harian Tribun Jabar jangan dianggap sebelah mata. Itulah sepenggal bukti kecintaan bobotoh akan klub kameumeutna.

"Halik ku aing"

Yel-yel penyemangat yang diteriakkan bobotoh pun harus lebih bervariasi. Tentu kita masih ingat filosofi Roby Darwis yang berbunyi halik ku aing. Pemilihan kata aing dalam yel-yel yang digorowokkeun bobotoh sudah amat tepat.

Filosofi aing sejatinya mencerminkan rasa percaya diri yang tinggi. Dalam menghadapi keadaan yang buntu dan gamang, ia bergerak cepat dan tanggap. Kata aing itu sendiri sudah mencerminkan keberanian yang luar biasa, bukan abdi atau sa(ha)ya yang bermakna menghamba, yang ujung-ujungnya menunjukkan ketidakberdayaan menghadapi rekan, terutama lawan.

Tentu keberhasilan Persib menjadi jawara paruh musim tak lepas dari peran kepiawaian manajemen. Namun, akankah manajemen Persib selamanya diduduki orang-orang pemerintahan? Bukan pekerjaannya yang menjadi soal, melainkan sumber anggarannya yang mesti menjadi bahan pikiran dan kajian. Apalagi, mulai tahun depan Persib dan klub-klub peserta Liga Indonesia lainnya tidak akan lagi mendapatkan anggaran APBD.

Adalah langkah tepat jika manajemen Persib sedari dini menawarkan Persib ke pihak swasta guna mengurusi anggaran yang dibutuhkan Persib untuk musim depan. Akan tetapi, kita jangan kokomoan. Istilah jual dedet seperti yang sering dilakoni sejumlah surat kabar kala menjual eksemplar koran atau tabloidnya kepada pemerintah atau instansi harus dihindari. Sikap profesional tetap jadi garda terdepan.

Di samping soal keuangan, Persib pun mesti lebih serius dalam memikirkan pembinaan pemain muda. Sebab, mereka adalah ahli waris yang pantas dan paling sah, yang kelak menerima tongkat estafet yang ditinggalkan Yaris Riyadi, Cecep Supriatna, dan Suwita Patha saparankanca.

Kompetisi di lingkungan Persib mesti lebih ditingkatkan. Jangan terjadi lagi klub yang mengikuti kompetisi di lingkungan Persib terdegradasi atau dicoret gara-gara klub tersebut bangkrut atau kekurangan pemain, seperti yang dialami klub Turangga.

Akhirulkalam, semuanya berpulang pada pemain. Secerdas apa pun pelatih menyusun strategi yang brilian, serapi dan seprofesional apa pun dorongan dari tim manajemen, serta sebesar dan seheroik apa pun dukungan bobotoh, hal itu tak akan ada artinya bila tidak diterjemahkan dan diterapkan dengan baik dan sesempurna mungkin oleh komponen pemain. Sebab, engkau berjuang bukan hanya bagi publik sepak bola, tetapi engkau juga berjuang buat masyarakat Sunda.

Prung padungdung "Maung Bandung". Mugia jaya di buana. Hurip Persib waras Sunda.

Tidak ada komentar: